Warga Jonggol Krisis Air Bersih, Badan Geologi Ungkap Penyebabnya

Ribuan warga di Desa Jonggol, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dikabarkan mengalami kesulitan air bersih sejak Juli hingga saat ini.

Kejadian ini pun turut mendapatkan respons dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid menjelaskan, krisis air bersih yang dialami warga Jonggol ini karena Jonggol merupakan daerah hulu dari sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun Cekungan Air Tanah (CAT). Hal ini berdampak pada ketersediaan sumber daya air, terutama ketika memasuki musim kemarau. 

Oleh karena itu, dia pun menyarankan masyarakat terdampak untuk membuat penampungan air hujan untuk meminimalisir kerentanan sumber daya air yang ada.

“Desa Jonggol tersebut merupakan daerah hulu dari sistem daerah aliran sungai (DAS) maupun cekungan air tanah (CAT), sehingga pada daerah ini relatif rentan terhadap ketersediaan sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah pada saat musim kemarau, seperti mengeringnya air sungai dan air sumur, serta berkurangnya debit mata air,” kata Wafid, dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM, Senin (2/9/2024).

Dia menjelaskan, potensi air tanah sekitar wilayah terdampak hanya terbatas pada bagian atas (air tanah dangkal) dan tidak terdapat potensi air tanah pada bagian bawah (dalam) karena lapisan batuan pembawa air atau akuifer dari satuan batu pasir dan konglomerat bersifat tipis yang menumpang di atas batuan kedap air berupa batu lempung Formasi Jatiluhur.

“Potensi air tanah hanya terbatas pada bagian atas (air tanah dangkal) dan tidak terdapat potensi air tanah pada bagian bawah (dalam). Hal tersebut membuat daerah ini rentan terhadap potensi kekeringan yang disebabkan oleh berlangsungnya musim kemarau,” lanjut Wafid.

Melihat kondisi yang ada, Wafid pun menyarankan masyarakat sekitar untuk membuat penampungan air hujan, sumur resapan dangkal serta membangun infrastruktur sederhana untuk menunjang konservasi tanah.

“Secara umum metode ini berguna untuk menahan air permukaan lebih lama, sehingga meningkatkan kapasitas resapan air permukaan menjadi air tanah,” ucapnya.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, Desa Jonggol secara geomorfologi merupakan daerah perbukitan bergelombang landai dengan elevasi antara 50 hingga 150 maml. Secara geologis, daerah ini tersusun atas Satuan batu pasir tufan dan konglomerat (Qav) pada bagian atas dan Formasi Jatiluhur (Tmj) pada bagian bawah. Satuan batu pasir tufan dan konglomerat (Qav) terdiri atas batu pasir tufan, konglomerat, tuf dan breksi, sedangkan Formasi Jatiluhur (Tmj) terdiri atas batu lempung gampingan bersisipan batu gamping pasiran (Achdan dan Sudana, 1992).

Desa Jonggol secara hidrologis merupakan bagian hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Cibodas yang airnya mengalir menuju DAS utama berupa aliran Sungai Cipatujah dengan arah aliran relatif ke utara.

Lokasi ini merupakan daerah dengan lapisan batuan pembawa air tanah memiliki produktivitas kecil hingga setempat memiliki produktivitas sedang (Posepowardoyo, 1986). Akuifer produktivitas sedang tersebut bersifat tipis dan tidak menerus.

Kondisi tersebut berkaitan dengan kondisi geologi yaitu satuan batu pasir dan konglomerat (Qav) yang bersifat sebagai akuifer (lapisan batuan pembawa air) relatif tipis yang menumpang di atas Formasi Jatiluhur (Tmj) yang bersifat sebagai batuan kedap air (akuiklud).

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240902125310-4-568402/warga-jonggol-krisis-air-bersih-badan-geologi-ungkap-penyebabnya